Ibnu Batutta


Assalamu'alaikum...

Postingan kali ini saya akan membahas mengenai Ibnu Batutta. Seorang penjelajah muslim yang telah mengunjungi kurang lebih 44 negara mulai dari Afrika Barat sampai ke India. 50 tahun lebih awal dibanding Marcopolo.
Nama lengkap beliau adalah Haji Abu Abdullah Muhammad Ibn Abdullah Al Lawati At Tanji Ibn Batuta dan biasa dipanggil Ibnu Battuta. Motto beliau yang terkenal adalah 'never, if possible, cover any road a second time'. Beliau menjelajah dengan menggunakan kuda, unta, kaki, dan kapal.
Ibnu Battuta memulai perjalanannya di usia 21 tahun di tahun 1325. Alasan utamanya adalah untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Tapi tak disangka ternyata perjalanannya berlangsung selama 29 tahun dan telah menempuh jarak kurang lebih 75.000 mil. Ibnu Battuta telah mengalami berbagai pengalaman membahayakan selama perjalanannya. Beliau ditangkap bandit, hampir tenggelam dalam kapal, dan hampir dipenggal kelapanya oleh penguasa tiran. Menjelang akhir hidup Ibnu Battuta, Sultan dari Maroko bersikeras bahwa Ibnu Battuta telah mendiktekan kisah perjalanannya pada seorang ulama dan sekarang kita dapat membaca hasil karya terdebut dengan judul "Rihla-My Travels". Rihla adalah sebuah catatan yang berharga dan menarik dari tempat-tempat yang menambah pemahaman kita tentang Abad Pertengahan.


Biografi Singkat
Ibnu Batuta lahir di Tangier, Maroko dalam sebuah keluarga Muslim di kalangan hukum pada 25 Februari 1304. Beliau belajar hukum Islam. Dan pada tahun 1325 beliau meninggalkan Tangier untuk beribadah haji ke Mekkah. Beliau mempunyai hasrat besar untuk lebih banyak belajar dan berpetualang.
"Kepergianku dari Tangier, tempat kelahiranku, berlangsung...dengan tujuan menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan berziarah ke makam Rasulullah (di Madinah), rahmat dan berkah Allah SWT semoga selalu tercurah untuknya. Aku berangkat sendiri tanpa ada teman perjalanan yang bisa menghiburku selama di perjalanan maupun kafilah yang mana aku bisa bergabung di kelompoknya, namun ada dorongan yang tak dapat dibendung dalam diriku dan keinginan yang lama bersemayam dalam dadaku untuk mengunjungi tempat-tempat suci terkenal. Jadi aku mengadakan resolusi untuk meninggalkan orang-orang yang kusayangi, wanita dan pria, dan meninggalkan rumahku layaknya burung meninggalkan sarangnya. Sangat berat bagiku untuk berpisah dari mereka, dan mereka dan aku sama-sama menderita kesedihan dengan perpisahan ini."


Perjalanan Haji
Perjalanan Ibnu Batuta ke Mekkah dilakukan lewat jalan darat. Menuju ke Pantai Afrika Utara melintasi kesultanan Abd al-Wadid dan Hafsid. Melalui Tlemcen, Bejaia, dan Tunisia dimana beliau tinggal selama 2 bulan disana. Di kota Sfax, beliau menikah.
Di awal musim semi tahun 1326, setelah menjelajah selana 3500 km, Ibnu Batuta sampai di pelabuhan Alexandria, lalu menuju ke kerajaan Bahri Mamluk. Setelah beberapa minggu tinggal disana, beliau meneruskan perjalanan ke Kairo, sebuah kota besar dan merupakan ibukota dari kerajaan Mamluk dimana beliau tinggal selama 6 bulan disana. Ada 3 rute yang bisa dipilih Ibnu Batuta untuk ke Mekkah dari Kairo dan Ibnu Batuta memilih rute yang lebih singkat: berjalan ke lembah sungai Nil lalu ke timur menuju pelabuhan Laut Nerah. Tapi setelah mendekati kota beliau dipaksa untuk kembali karena adanya pemberontakan lokal.
Akhirnya Ibnu Batuta kembali lagi ke Kairo. Beliau memutukan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan opsi rute kedua lewat Damaskus. Sebuah keuntungan beliau lewat rute tersebut adalah banyaknya tempat-tempat suci yang dilalui seperti Hebron, Yerusalem, dan Bethlehem.
Setelah menghabiskan bulan Ramadhan di Damaskus, beliau bergabung dengan sebuah kafilah dan memulai perjalanan sepanjang 1500 km dari Damaskus ke Madinah, pemakaman Nabi Muhammad SAW. Setelah 4 hari di kota, beliau melanjutakn perjalanan ke Mekkah. Disana beliau menunaikan ibadah haji dan mendapat status haji. Selesai menjalankan ibadah haji beliau tidak langsung pulang tetapi memilih untuk melanjutkan perjalanan dengan tujuan IIkhanate yang terletak di antara Irak modern dan Iran.


Irak dan Persia
17 November 1326, Ibnu Batuta bergabung dengan sebuah kafilah kembali melewati Jazirah menuju ke Irak. Kafilah bergerak ke Madinah lalu menuju ke dataran tinggi Nedj ke Najaf. Di Najaf, beliau mengunjungi makam Ali bin Abi Thalib.
Sampai disini, bukannya melanjutkan perjalanan ke Baghdad dengan kafilah, Ibnu Batuta mulai perjalanan selama 6 bulan yang kemudian membawanya ke Persia. Untuk singkatnya bisa dijelaskan rute yang ditempuh Ibnu Batuta adalah sebagai berikut: Najaf --> Wasit --> Tigris --> Basrah --> Estafahan (terletak di Pegunungan Zagros di Persia) --> Syiraz --> Baghdad. Sebagian besar Baghdad pada saat itu masih berupa reruntuhan karena rusak berat akibat ulah Hulagu Khan.
Di Baghdad, Ibnu Batuta menemukan bahwa Abu Sa'id, penguasa Mongol terakhir dari negara kesatuan llkhanid meninggalkan kota dan menuju ke utara dengan sebuah rombongan besar. Ibnu Batuta kemuadian bepergian dengan kafilah kerajaan untuk sementara, kemudian berbelok ke Tabriz di Jalan Sutra. Tabriz adalah kota besar pertama di wilayah tersebut untuk menuju ke Mongol dan telah menjadi sebuah pusat perdagangan yang penting.
Setelah kembali ke Baghdad, beliau bertamasya ke Tigris, mengunjungi Mosul, lalu ke Cizre dan Mardin. Saat kembali ke Mosul, beliau bergabung dengan sebuah kafilah menuju selatan Baghdad. Ibnu Batuta sakit selama dalam perjalanan dan sampai ke Mekkah dalam keadaan lemah dan lelah untuk haji keduanya.


Jazirah Arab
Ibnu Batuta kemudian tinggal selama beberapa waktu di Mekkah. Dalam karyanya yang berjudul Rihla dikatakan bahwa beliau berencana tinggal di kota ini selama kurang lebih 3 tahun. Namun karena adanya suatu masalah, beliau hanya tinggal selama 1 tahun dan meniggalkan Mekkah setelah haji tahun 1328.
Beliau melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Jeddah di pantai Laut Merah. Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kapal laut. Sesampainya di Yaman, beliau mengunjungi Zabid dan di dataran tinggi Ta'izz beliau bertemu dengan Rasulid Malik (raja) Mujahida Nur al-Din Ali. Beliau lalu langsung pergi dari Ta'izz ke Aden. Aden merupakan pusat perdagangan penting antara India dan Eropa.


Somalia
Di Aden, Batuta dengan menaiki sebuah kapal pergi ke Zeila di pesisir Somalia Teluk Aden. Beliau lalu pindah ke Cape Guardafui --> Pesisir Somalia --> Mogadishu (kota unggulan di Tanah Barbar-istilah Arab Abad Pertengahan untuk Tanduk Afrika)


Pantai Swahili
Ibnu Batuta lanjut terus ke selatan ke Pantai Swahili, sebuah wilayah yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai al-Bilad Zanj (Tanah Zanj). Petualangan berlanjut ke pulau Kilwa (Tanzania masa kini) yang saat itu telah menjadi pusat transit yang penting dalam perdagangan emas.
Karena perubahan musim, Ibnu Batuta kembali dengan kapal ke Arabia. Beliau mengunjungi Oman dan Selat Hormuz dan kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.


Kekaisaran Bizantium, Golden Horde, Anatolia, Asia Tengah, dan India
Setelah menghabiskan beberapa tahun di Mekah, Ibnu Batuta memutuskan untuk mencari pekerjaan dengan Sultan Muslim dari Delhi, Muhammad bin Tughluq. Tahun 1330 (atau 1332), beliau berangkat ke Anatolia dengan bergabung dengan salah satu kafilah yang lewat disana ke India. Pelayaran dari pelabuhan Syria Latakia pada sebuah kapal Genoa mendarat di Alanya di pantai selatan Turki. Dari Alanya, beliau pergi lewat jalan darat ke Konya dan lanjut ke Sinope di pantai Laut Hitam.
Menyeberangi Laut Hitam, Ibnu Batuta mendarat di Caffa (sekarang Feodosiya) di Krimea dan memasuki tanah dari Golden Horde. Beliau membeli sebuah gerobak dan kebetulan bisa bergabung dengan kafilah Ozbeg, suku Khan dari Golden Horde, perjalanan sejauh Astrakhan di sungai Volga.
Setelah mencapai Astrakhan, Khan mengijinkan salah satu istrinya yang hamil, Putri Bayalu, diduga merupakan anak tidak sah dari Kaisar Bizantium Andronikos III Plaiologos, untuk kembali ke kota asalnya di Konstatinopel untuk melahirkan. Ibnu Battuta mengatakan bahwa ini adalah perjalanan pertamanya keluar dari wilayah duni Islam.
Mereka tiba di Konstatinopel menjelang akhir 1332 (atau 1334). Ibnu Battuta bertemu dengan Kaisar Bizantium Andronikos III dan melihat bagian luar gereja besar Hagia Sophia. Setelah satu bulan di kota, beliau menelusuri kembali rute ke Astrakhan, lalu melanjutkan perjalanan melewati Kaspia dan Laut Aral ke Bukhara dan Samarkand. Dari sana, beliau berangkat ke Afghanistan Selatan, melewati pegunungan yang beliau lewati untuk menyeberang India.
Kesultanan Delhi adalah tambahan baru untuk Dar al-Islam dan Sultan Muhammad bin Tughluq telah memutuskan untuk mendatangkan sarjana dan pejabat muslim untuk menguatkan kekuasaannya. Ibnu Battuta diangkat oleh Sultan sebagai kadi (hakim).
Tughluqs adalah seorang sultan yang suka berubah-ubah jalan pikirannya. Dan Ibnu Battuta yang semula hidup sebagai bawahan terpercaya dari Sultan berubah menjadi tersangka dalam berbagai pengkhianatan melawan pemerintah. Akhirnya beliau memutuskan untuk pergi dengan alasan akan menunaikan ibadah haji kembali, tapi Sultan meminta beliau untuk menjadi duta ke Dinasti Yuan di China. Diberi kesempatan kedua untuk menjauh dari Sultan dan mengunjungi tenpat baru, Ibnu Battuta mengambil kesempatan tersebut.


Asia Tenggara dan China
Dalam perjalanan di pantai, Battuta dan kelompoknya diserang oleh sekelompok orang Hindu dan beliau terpisah dari yang lain. Beliau dirampok dan hampir kehilangan nyawanya. Namun demikian, beliau berhasil mengejar ketertinggalan dengan kelompoknya dalam waktu 10 hari dan melanjutkan perjalanan ke Khambhat (Cambay). Darisana, mereka berlayar ke Kozhikode (Calicut), 2 abad kemudia Vasco da Gama juga mendarat di tempat yang sama. Namun, ketika Ibnu Battuta mengunjungi sebuah masjid di pantai, badai datang dan salah satu kapal ekspedisi tenggelam. Yang lain kemudian berlayar tanpa beliau dan berakhir dengan ditangkap oleh seorang raja di Sumatra beberapa bulan kemudian.
Takut kembali ke Delhi sebagai sebuah kegagalan, baliau tinggal untuk sementara waktu di selatan India di bawah perlindungan Jamal-ud-Din. Jamal-ud-Din adalah penguasa dari sebuah kesultanan Nawayath yang kecil tapi kuat. Kesultanan Nawayath terletak di tepi Sungai Shavarathi di pantai Laut Arab. Tempat ini sekarang dikenal dengan nama Hosapattana. Ketika kesultanan digulingkan, Ibnu battuta berpikir untuk meninggalkan India. Beliau memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke China dan memulai perjalanan ke Maladewa.
Beliau menghabiskan 9 bulan di Kepulauan Maladewa, lebih lama dari yang telah beliau tetapkan. Sebagai hakim, kemampuannya sangat dibutuhkan oleh penduduk pulau ini yang dulunya beragama Budha dan baru saja masuk Islam. Ibnu Battuta disuap dan diculik agar tetap tinggal. Beliau ditunjuk sebagai hakim kepala dan menikah masuk ke kerajaan Omar I. Beliau terlibat ke dalam politik lokal dan akhirnya pergi setelah dia tidak setuju dengan keputusan yang ketat di kerajaan yang menerapkan Laissesz-Faire (konsep yang menolak campur tangan pemerintah). Dalam Rihla disebutkan bahwa beliau merasa cemas pada praktek yang mengharuskan wanita setempat tidak menggunakan pakaian di atas pinggang dan berkomentar kritiknya pada praktek ini tapi diabaikan oleh penduduk lokal. Dari Maladewa, beliau menuju Sri Lanka untuk mengunjungi Sri Pada.
Ketika sedang berlayar dari Sri lanka, kapal beliau hampir tenggelam karena badai. Dan kapal yang menyelamatkan beliau diserang oleh bajak laut. Ibnu Battuta terdampar di pantai dan beliau sekali lagi kembali ke Kozhikode dan mencoba sekali lagi untuk pergi ke Dinasti Yuan di China.
Kali ini beliau berhasil mencapai keberhasilan berturut-turut. Beliau ke Sylhet dan menambah perjalanan sejauh 170 mil untuk menemui Shah Jalal yang nantinya menjadi terkenal karena mengubah Bangladesh menjadi negara berpenduduk muslim. Beliau pergi lagi sejauh 2 mil ke Utara (Assam) dimana beliau bertemu dengan pengikut Shah Jalal Shekh Giyes Uddin Aiwlia dari Hajo (Sujabad) kemudian berbalik arah dan kembali ke perjalanan aslinya Sumatra, Indonesia; Vietnam; Filipina dan akhirnya Quanzhou di Provinsi Fujian, China. Dari sana, beliau pergi ke Utara ke Hangzhou, tidak jauh dari Shanghai. Beliau juga menggambarkan perjalanan di Utara melalui Grand Canal ke Beijing. Meskipun dianggap tidak mungkin bahwa beliau benar-benar melakukannya.


Kembali ke Rumah
Kembali ke Quanzhou, tahun 1346 Ibnu Battuta memulai perjalanan pulang ke Maroko. Menempuh perjalanan ke Calicut (Kozhikode) sekali lagi, beliau berpikir untuk meminta pertolongan Muhammad Tughlqa tapi dia berubah pikiran dan memutuskan melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Kembali melalui Hormuz dan Ilkhanate, beliau melihat bahwa negara telah larut dalam perang saudara dan Abu Sa'id telah meninggal sejak kunjungan beliau sebelumnya.
Kembali ke Damaskus pada tahun 1348 dengan tujuan menapak kembali rute haji pertamanya, beliau mengetahui bahwa ayahnya meniggal 15 tahun sebelumnya. Setelah mencapai Mekkah, beliau memutuskan untuk kembali ke Maroko, hampir seperempat abad setelah meninggalkannya. Selama perjalanan beliau membuat satu jalan memutar ke Sardinia, dan tahun 1349 beliau kembali ke Tangier dan mengetahui bahwa ibunya juga telah meninggal beberapa bulan sebelumnya.


Andalusia dan Afrika Utara
Setelah beberapa hari di Tangier, Ibnu Battuta berangkat untuk perjalanan ke Al-Andalus, Muslim Iberia. Alfinso XI dari Kastilia dan Leon mengancam penaklukan Gibraltar dan tahun 1350 Ibnu Battuta bergabung dengan sebuah grup muslim mmeninggalkan Tangier dengan tujuan untuk mempertahankan Gibraltar. Pada saat beliau tiba, Alfonso telah terbunuh dan ancaman telah surut. Beliau melakukan perjalanan melaui Valencia dan berakhir di Granada.
Meninggalkan Andalusia, beliau memutuskan untuk melakukan perjalanan melalui salah satu dari beberapa bagian dunia Muslim yang belum pernah beliau kunjungi: Maroko. Dalam perjalanannya pulang, beliau berhenti sementara di Marrakech yang hampir seperti kota mati setelah baru-baru ini terkena wabah dan ibukotanya ditransfer ke FEZ.
Sekali lagi Ibnu Battuta kembali ke Tangier dan sekali lagi beliau pindah. Tahun 1324, 2 tahun sebelum kunjungan pertamanya ke Kairo, Mansa Mali (raja dari raja) Musa telah melewati kota yang sama pada perjalanan hajinya dan menyebaban adanya sensasi dengan kekayaannya yang luar biasa-Afrika Barat mengandung emas dalam jumlah besar. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengunjungi kerajaan musim di sisi yang jauh dari gurun Sahara.


Gurun Sahara ke Mali dan Timbuktu
Pada musim gugur tahun 1351, Ibnu Battuta meninggalkan Fez dan berjalan ke kota Sijilmasa di ujung utara gurun sahara. Disana beliau membeli unta dan tinggal selama 4 bulan. Beliau berangkat lagi dengan sebuah kafilah di bukan Februari 1352 dan sesudah 25 hari sampai ke tambang garam Taghaza yang terletak di hamparan danau garam kering. Bangunan-bangunan dibangun dari dari lempengan garam oleh budak dari suku Masufa yang memotong garam dalam lempengan tebal untuk transportasi dengan unta. Taghaza adalah pusat komersial dan dipenuhi emas Mali, meskipun Ibnu Battuta tidak memiliki kesan baik tentang tempat itu. Airnya payau dan tempatnya penuh dengan lalat.
Setelah 10 hari tinggal di Taghaza, kafilah berangkat ke Oasis Tasarahla (mungkin bir al-Ksaib) dimana beliau berhenti selama 3 hari untuk menyiapkan perjalanan terakhir dan paling sulit melewati sebuah gurun pasir yang teramat luas. Dari Tasarahla, pasukan Masufa dikirim lebih dulu ke kota oasis Qualata untuk membawa air, yang ditempuh dalam 4 hari perjalanan, untuk diberikan pada para kafilah yang kehausan. Qualata adalah ujung selatan dari rute perdagangan Sahara dan telah menjadi bagian dari kekaisaran Mali. Kafilah tersebut butuh waktu selama 2 bulan untuk menyeberangi 1600 km padang pasir dari Sijilmasa.
Dari sana, beliau berjalan ke barat daya sepanjang sungai yang beliau yakini sebagai Sungai Nil (sebenarnya Sungai Niger). Disana beliau bertemu dengan Mansa Suleyman, raja sejak 1341. Sangsi dengan sedikitnya keramahan dari raja, Battuta tinggal selama 8 bulan di sana. Beliau meninggalkan ibukota pada bulan Februari dan berangkat dengan unta ke Timbuktu. Meskipun pada 2 abad berikutnya Timbuktu menjadi kota paling penting di wilayah tersebut, pada waktu itu kota tersebut hanyalah sebuah kota kecil dan tidak mengesankan. Sementara di oasis Takedda dalam perjalanan kembali melintasi gurun, beliau menerila perintah dari Sultan Maroko untuk kembali. Beliau berangkat ke Sijilmasa pada September 1353 bersama sebuah kafilah yang mengangkut 600 budak perempuan hitam. Beliau datang kembali di Maroko pada tahun 1354.


Rihla
Setelah kembali ke rumah dari perjalanannya tahun 1354 dan desakan dari Sultan Maroko, Abu Inan Faris, Ibnu Battuta mendiktekan perjalanannya pada Ibn Juzayy, seorang ilmuwan yang beliau temui di Granada. Kisah yang direkam dan disebarkan oleh Ibn Juzayy adalah satu-satunya sumber informasi dari perjalanannya. Judul dari manuskrip tersebut jika diterjemahkan adalah 'Sebuah Hadiah untuk Mereka yang Merenungkan Keajaiban Kota-Kota dan Mengaguni Perjalanan' tapi lebih sering disebut The Rihla atau The Journey.
Tidak ada indikasi bahwa Ibnu Battuta membuat catatan-catatan selama 29 tahun perjalanannya, jadi ketika beliau kembali untuk menceritakan perjalanannya, beliau hanya bergantung pada ingatannya dan catatan-catatan yang dibuat oleh para penjelajah sebelumnya. Ketika menggambarkan Damaskus, Mekkah, dan Madinah, dan beberapa tempat di Timur Tengah, Ibn Juzayy meng-copy kutipan-kutipan dari abad 12 yang dibuat oleh Ibn Jubayr. Sebagian gambaran Ibn Juzayy tentang tempat-tempat di Palestina juga di-copy dari tulisan seorang penjelajah dari abad 13, Muhammad al-Abdari.

Category:

1 comments:

Unknown said...

wahh daebak

Post a Comment